Montpellier, IGW News – Pesona batik dengan segala keindahan ragam coraknya yang sarat nilai-nilai tradisi leluhur memang selayaknya dicintai dan pantas selalu dikenalkan sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Batik saat ini, bukan hanya dikenakan masyarakat Indonesia melainkan semakin luas dikenal dan disukai bangsa lain. Bahkan beberapa tokoh dunia menjadikan batik sebagai salah satu busana favorit mereka. Ingat mendiang Nelson Mandela? Pahlawan pejuang anti-apartheid Afrika Selatan itu kerap mengenakan batik dalam berbagai acara resmi kenegaraan. Tentu hal itu menunjukkan pengakuan dunia terhadap batik sebagai budaya dan tradisi asal Indonesia.
Keunikan dan daya tarik batik bukan hanya pada produk atau hasilnya saja, tetapi juga proses pembuatannya yang penuh filosofi. Kecintaan pada batik sebagai warisan budaya leluhur yang mendunia dan dorongan untuk lebih mempromokannya, Asosiasi Wanita Indonesia di Montpellier (AWIM) menggelar acara “Atelier de Batik Javanais” pada 9 November 2019 di 19 Avenue de Toulouse, Montpellier, Prancis.

Merry Elat Brun, koresponden IGW News di Perancis berkesempatan memenuhi undangan menghadiri acara yang dikemas dalam format workshop pembuatan batik itu. Acara tersebut terbuka bagi masyarakat Indonesia dan warga Perancis yang berminat mengikutinya.
Acara yang menggandeng Konsulat Jenderal Republik Indonsia (KJRI) Marseille ini menghadirkan budayawan sekaligus pemimpin Paguyuban Sahabat Budaya Indonesia Muhammad Sartono sebagai narasumber. Konsul Jenderal RI Marseille Asianto Sinambela turut hadir memberi sambutan singkat dalam lokakarya tersebut.

Untuk menciptakan atmosfer Indonesia di awal acara disuguhkan tarian khas Bali oleh Ayu Couillerot, seorang penari Bali andal yang tinggal di Montpellier, kota berjuluk 300 jours de soleils par an (300 hari di bawah terik matahari per tahun).

Peserta pembelajaran pembuatan batik sangat antusias mengikuti tahap demi tahap proses membatik: mulai dari memasak malam sehingga menjadi cairan yang siap diciduk dengan canting, menggambar pola dengan canting berisi cairan malam, mewarnai hingga diakhiri proses mencelup. Warga Indonesia yang mengikuti acara itu, beberapa di antaranya telah bertahun-tahun lamanya menetap di Montpellier. Namun, beberapa warga Perancis juga tampak tidak mau ketinggalan ikut ambil bagian. Mereka memiliki animo ketertarikan yang cukup tinggi terhadap kebudayaan Indonesia.



Ketua AWIM Awatrawika Atmyanegoro menjelaskan bahwa acara yang didukung penuh oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ini, tetap dalam rangka mempromosikan dan melestarikan budaya Indonesia terutama bagi warga Montpellier. Selain itu pula demi menggalang masyarakat Indonesia yang berdiam di sana dalam suatu kegiatan yang bermanfaat.



Penulis: Merry Elat Brun Editor: Nurcholis